Pengelolaan burung walet yang baik

Spesies walet yang menghuni gua-gua di Pulau Jawa adalah Collocalia fuciphagus, yang menghasilkan sarang putih. Walet yang menghuni gua-gua di luar Pulau Jawa adalah spesies Collocalia maximus, yang menghasilkan sarang hitam. Kedua sarang ini turut meramaikan perdagangan  sarang walet di Indonesia.

Dari sekian gua walet di seluruh wilayah Indonesia, hanya sebagian kecil yang sudah ditangani oleh pihak terkait, dalam hal ini pemerintah daerah (pemda) setempat. Gua yang sudah dikelola oleh pemda adalah Gua Karang Bolong di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Gua walet yang tidak dikelola bisa menimbulkan munculnya oknum yang ingin menguras habis sarang walet tanpa memperhitungkan risikonya. Akibatnya, kelestarian gua tidka terjaga hingga populasi walet menurun dan punah.

Jika gua yang huni walet di Indonesia terus-menerus menghadapi permasalahan eksploitasi sarang yang tidak teratur dan tidak terkontrol, bukan tidak mungkin Indonesia yang menjadi Negara eksportir terbesar sarang walet di dunia, bisa merubah menjadi Negara importer, seperti Filipina, Myanmar, dan India. Ketiga Negara ini dulu merupakan Negara eksportir sarang walet gua terbesar di dunia.

Untuk mengurangi eksploitasi sarang walet yang tidak terkontrol sebaiknya diterapkan jadwal petik sarang walet. Jadwal seperti ini sekaligus bertujuan untuk menormalkan kembali volume produksi sarang. Langkah ini  harus dilaksanakan oleh pengelola gua yang dihuni walet. Jika tidak, semuanya akan menjadi boomerang, karena bisa dipastikan produksi sarang walet dari gua lambat laun berkurang, bahkan berhenti sama sekali seperti yang terjadi di Gua Pengason, di Malang Selatan. Untuk mempertahankan populasi walet gua, pengelola sarang harus rela menerima jadwal petik. Pemetikan sarang yang biasa dilakukan empat kali dalam satu tahun, harus  di kurangi satu sampai dua jadwal petik. Tujuannya untuk memberikan peluang bagi  walet melakukan regenerasi.

Pulau Sumatera dan Kalimantan merupakan penghasil terbesar sarang walet gua, baik dari spesies Collocalia fuciphagus maupun Collocalia maximus. Sementara  itu, warna sarang walet yang dihasilkan dari gua-gua di Jawa cukup beragam. Ada yang kekuningan, cokelat, putih, putih kemerahan, dan ada pula yang merah. Perbedaan warna sarang ini dipengaruhi oleh kondisi di dalam gua. Sarang walet menjadi jelek jika menempel di dinding gua yang kotor dan terdapat rembesan air.

Ada beberapa perbedaan antara sarang walet dari gua darat dan sarang walet dari gua tebing pantai. Sarang dari gua darat berwarna putih bersih, ukurannya cenderung seragam, dan bentuknya cenderung bulat. Sarang dari gua abrasi berwarna  kekuningan atau kemerahan, ukurannya beragam, dan  bentuknya cenderung  memanjang. Sampai saat ini, sarang walet gua dengan kualitas terbaik masih didominasi Vietnam. Sarang yang dihasilkan berwarna putih bersih. Hal ini disebabkan kondisi gua-gua disana terbentuk  dari jenis batu pualam. Namun, jika dilihat dari kuantitasnya,  Indonesia dan Malaysia masih yang terbesar.

Budi daya walet rumahan merupakan potensi yang cukup menjanjikan, seperti terlihat dari animo masyarakat yang terus bertambah, khususnya di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Secara sepintas, hal itu cukup wajar, apalagi jika ditilik dari hukum ekonomi. Jika ada peluang, pasti banyak yang mencoba memanfaatkannya. Jika sebelumnya sarang walet hanya merupakan peluang alamiah dari gua-gua, kini berkembang menjadi komoditas budi daya yang dikembangkan di bangunan rumah.