Pengeraman dan penetasan telur walet

Pada musim penghujan, daya tetas telur walet umumnya lebih bagus atau lebih tinggi dibandingkan dengan pada musim kemarau. Hal ini disebabkan, pada musim penghujan kondisi di dalam ruangan gedung rumah walet cenderung lembap (sekitar 80%). Kondisi ini sangat diperlukan  untuk proses penetasan secara alami dengan cara dierami. Jika kelembapan yang diinginkan tidak tercapai, kandungan air di dalam telur tersedot ke luar, sehingga telur menjadi kering dan tidak bisa menetas.

    Di samping itu, pada musim penghujan, kebutuhan pakan burung berupa serangga kecil yang berterbangan di areal persawahan atau di areal terbuka cukup banyakk, sehingga berpengaruh positif terhadap proses pergeraman dan perkembangan embrio telur walet yang dierami. Pada musim kemarau, ketersedian pakan kurang dan induk cenderung terbang dalam jarak jauh dan waktu yang diperlukan untuk mengeram berkurang, sehingga mempengaruhi perkembangan embrio telur. Ketersedian pakan ini tidak hanya berpengaruh terhadap perkembangan telur. Saat telur menetas dan anak walet sudah lahir pun perlu ketersediaan pakan yang cukup. Prsoses tumbuh kembang anak walet yang kurang mendapatkan asupan pakan dari induk asuhnya akan terganggu. Lebih berbahaya lagi jika asupan pakan ini tidak tertangani, anak walet bisa mengalami kematian.

    Agar proses penetasan telur walet dengan bantuan induk sriti berlangsung tepat waktu, pelaku budi daya seharusnya bisa memperkirakan secara cepat umut telur yang dihasilkan sriti. Jika telur sriti masih muda diganti dengan telur walet tua, dikhawatirkan setelah telur menetas induk sriti merasa kaget dan enggan merawat anak walet yang baru menetas, sehingga dapat mengakibatkan kematian. Karenanya, telur sriti dan telur walet sebaiknya berumur sama atau mendekati sama. Dengan demikian, jika telur walet yang dierami menetas, sriti tidak tidak merasa curiga dan sifat keibuannya muncul, serta akan tetap merawat anak asuhnya.